Home » » CIRI-CIRI FUNDAMENTALISME KRISTEN DEWASA INI

CIRI-CIRI FUNDAMENTALISME KRISTEN DEWASA INI

Dunia kita sekarang ini, tak pelak lagi, sedang dirongrong oleh aneka ragam
fundamentalisme religius. Ini membuat masa kini dan masa depan manusia selalu
ada dalam bayangan-bayangan ancaman kemusnahan, annihilation. Karena itu,
sebagai gereja-gereja arus utama, kita haruslah mau mengenali lebih dalam
fundamentalisme Kristen, supaya kita bisa tahu bagaimana menyikapinya. Berikut ini
adalah ciri-ciri fundamentalisme Kristen dewasa ini.

1. Mempertuhan Alkitab
Bagi para penganut fundamentalisme Kristen, Alkitab menjadi Allah keempat, di
samping tiga Allah dalam doktrin tritunggal, dengan memahkotai Alkitab dengan
mahkota doktrin khayalan penuh takhyul “inerrancy of the Bible”. Doktrin ini
menyatakan bahwa apa pun yang dimuat dalam Alkitab, tidak bisa salah dan tidak
memiliki kekurangan atau keterbatasan dalam hal apapun dan harus dilaksanakan
kapan pun dan oleh siapa pun. Dus, doktrin ini bahkan menempatkan Alkitab lebih
tinggi dari Allah sendiri, sebab hanya Allah saja yang bisa dipandang tidak bisa
salah. (Sebetulnya, Allah malah juga bisa “salah”, yakni ketika suatu teologi [= iman
atau ajaran ttg Allah] sudah tidak relevan lagi, sehingga konsep insani ttg Allah yang
sudah tidak relevan itu harus direvisi). Dengan posisi semacam ini, para fundlists
Kristen telah melanggar perintah, “Jangan ada ilah lain di hadapan Allah YME!” Jika
seluruh pesan dalam Alkitab dilaksanakan letterlijk, harfiah, dalam dunia kita
sekarang ini, maka, mengingat Alkitab juga memuat pesan-pesan kekerasan, dunia
akan senantiasa berada dalam bayang-bayang maut kehancuran semesta, seperti
yang diinginkan para literalist biblis fundamentalist Zionisme Kristen di USA, yang
berpengaruh dalam penentuan kebijakan politik luar negeri USA dan dalam
melahirkan fundamentalisme Kristen di mana-mana di dunia sekarang ini.

2. Literalisme biblis
Para fundlists Kristen, dengan berpijak pada doktrin sesat “inerrancy of the Bible”,
menekankan bahwa apa pun yang tertulis dalam Alkitab cukup diterima dengan iman
saja, bahwa apa pun yang sudah ditulis di dalamnya adalah kebenaran mutlak yang
melampaui segala zaman, berlaku kekal, berwibawa untuk segala tempat dan segala
manusia. Alkitab cukup dibaca dan apa yang tertulis di dalamnya cukup diterima
dengan penuh kepercayaan sebagai kebenaran absolut. Dengan literalisme biblis ini
sebagai dasarnya, mereka akan menyatakan dengan yakin bahwa Alkitab bisa
menjelaskan dirinya sendiri, sehingga tolok ukur kebenaran dan kesahihan Alkitab
ditemukan di dalam Alkitab sendiri. Bahwa Alkitab berisi begitu banyak ragam tulisan
yang berbeda-beda, yang ditulis di zaman-zaman dan tempat-tempat yang berbeda,
oleh manusia-manusia yang berlain-lainan dalam situasi-situasi yang juga berlainlainan,
sehingga untuk memahami Alkitab manusia harus memperhatikan dengan
seksama konteks sejarah zaman masing-masing penulisnya, diabaikan begitu saja
oleh para penafsir fundamentalist Kristen. Mereka juga tidak mau tahu, bahwa bukan
Alkitab yang bisa menjelaskan dirinya sendiri, melainkan si penafsir Alkitab
fundamentalistlah yang membuat teks-teks Alkitab berbicara dari sudut tertentu,
sesuai dengan doktrin mereka tentang Alkitab (bahwa Alkitab tidak berisi kesalahan
atau kekurangan apa pun) atau sesuai dengan doktrin-doktrin keagamaan mereka
yang fundamentalist. Literalisme biblis ini menghasilkan suatu logika beragama yang
tidak normal, tidak sehat dan cedera secara epistemologis dan metodologis,
sehingga fundamentalisme Kristen telah dan sedang menjelma menjadi suatu
ancaman global terhadap logika beragama yang sehat.

3. Bermental triumfalistik ekspansionistik
Para penganut fundamentalisme Kristen memandang versi agama Kristen mereka
sebagai versi agama yang paling unggul, paling benar, paling baik, jika dibandingkan
dengan agama-agama lain non-Kristen dan versi-versi lain agama Kristen; dan,
karena keunggulan ini, mereka memandang versi agama Kristen mereka bagaimana
pun juga harus disebarkan ke seluruh tempat di bumi, dengan mengeliminir agamaagama
lain non-Kristen dan menjadikan orang-orang non-Kristen bertobat, pindah
agama, masuk agama Kristen versi mereka. Mereka memiliki keyakinan bahwa pada
akhirnya di dunia ini hanya akan ada satu agama tunggal yang benar, yang tampil
sebagai sang pemenang tunggal, yakni agama Kristen fundamentalist. Mentalitas
triumfalistik ekspansionistik ini ditemukan dalam semua orang Kristen injili literalist
biblis. Dengan mentalitas semacam ini, mereka dibentuk untuk menjadi antipluralisme
religius -- suatu perspektif yang menerima dengan terbuka bahwa semua
agama lain yang benar adalah juga jalan-jalan menuju pada keselamatankeselamatan
manusia dalam dunia ini dan seterusnya.

4. Berkolaborasi dengan kapitalisme Barat dunia
Kalau gerakan-gerakan Islam militant di Indonesia sering dikaitkan dengan
kebangunan gerakan-gerakan Islam militant di kawasan Timur Tengah, Asia Tengah
dan Asia Selatan yang berpengaruh global, maka fundamentalisme injili Kristen di
Indonesia berafiliasi dengan kapitalisme global yang berpusat di EU dan USA, yang
menjadi penyuntik dana besar gerakan-gerakan Kristen Barat yang mempunyai misi
ekspansi sivilisasi Barat antara lain ke Indonesia. Afiliasi ekonomis dengan
kapitalisme Barat memang bukan dibangun oleh kelompok-kelompok religius
fundamentalist Kristen saja; kelompok-kelompok non-religius di Indonesia pun,
misalnya NGOs, banyak yang hidup dari kucuran dana dari EU dan USA yang
kapitalist. PGI pun bahkan bisa hidup hanya karena ada kucuran dana kapitalist
Barat. Bahkan, negara NKRI pun tidak bisa lepas dari dominasi dan pendiktean
kapitalisme Barat seperti yang direpresentasikan dalam IMF dan WB. Namun,
hendaknya disadari, sebagian dari kekuatan ekonomi kapitalist USA sudah berada
dalam genggaman para tokoh fundamentalist Kristen Amerika (Yahudi dan non-
Yahudi), yang, bersama dengan para politikus neo-konservatif, sanggup
memengaruhi kebijakan-kebijakan global politik dan militer luar negeri USA,
khususnya kebijakan politik USA untuk kawasan Timur Tengah dan negara-negara
lain di dunia yang mayoritas rakyatnya beragama Islam. Arti dari semua ini adalah
kekristenan fundamentalist Kristen di Indonesia bukan lagi hanya merupakan suatu
gerakan religius, tetapi juga gerakan politik ekonomi kapitalist.

5. Penyusupan ke gereja-gereja arus utama
Gerakan fundamentalisme Kristen di Indonesia berlangsung tidak terbatas hanya di
kalangan kelompok-kelompok mereka sendiri (yang terbentuk “inborn” atau melalui
“conversion”) sebagai sub-sub kultur atau ghetto-ghetto dalam kultur-kultur yang
lebih besar, tetapi juga sudah dan sedang dengan agresif, lihai, tanpa nurani,
menyusup ke gereja-gereja arus utama yang anti-fundamentalisme Kristen. Mereka
memakai strategi dan taktik penyebaran secara “diam-diam” (sebagai para
gerilyawan religius yang diutus untuk menyusup umumnya ke kalangan muda gereja
arus utama) atau pun secara “terang-terangan” ketika menemukan diri sudah cukup
kuat berbasis dan berakar di dalam organisasi-organisasi gereja-gereja arus utama,
yakni ketika mereka sudah berhasil menempatkan, atau bersahabat kental, dengan
para “pelayan” gereja yang (anehnya) berbalik jadi “fully committed” terhadap
gerakan fundamentalisme Kristen dan yang mau menjadi para warriors untuk
memperjuangkan perluasan pengaruh kekuasaan dan teritori mereka. Lalu, di dalam
organisasi-organisasi gereja arus utama itu mereka, karena sudah yakin cukup kuat,
melakukan kampanye-kampanye dan propaganda-propaganda doktrinal
fundamentalist ke kalangan yang lebih umum dan meluas, dan menebar intrik-intrik
untuk mengeliminir para gerejawan yang anti-fundamentalisme Kristen. Politik
“devide et impera”, memecah dan/untuk menguasai, mereka kembangkan dalam
organisasi-organisasi gereja arus utama untuk mereka dapat semakin luas
menguasai daerah jajahan yang tidak sah. Di mana perlu, mereka bisa menjinakkan
lawan-lawan ideologis mereka yang bermental lemah, dengan memakai kekuatan
kapital mereka. Mereka memiliki sekian pasukan inkwisisi untuk menebar
perpecahan di gereja-gereja arus utama.

6. Narcissisme radikal
Para penganut fundamentalisme Kristen dihinggapi suatu gejala mental eksesif yang
biasa disebut “narcissisme radikal” -- yakni suatu rasa cinta diri, maniak diri, yang
sangat mendalam dan berlebihan, membuta, baik terhadap apa yang mereka
persepsikan sebagai kebenaran diri sendiri maupun terhadap ideologi-ideologi
religius, politik, ekonomi dan kebudayaan yang sudah berhasil mereka bangun dan
pertahankan. Dorongan mental narcissistik ini bukan hanya merasuki bangunan
ideologis agama mereka sehingga mereka akan mau mati demi doktrin-doktrin
“cantik” mereka, tetapi juga merasuki ke dalam alam-alam sadar dan alam-alam
bawah sadar mereka, sehingga gejala ini dapat disebut sebagai narcissisme radikal.
Sadar atau dalam alam bawah sadar, mereka memandang diri sebagai laskar-laskar
kebenaran ilahi, yang berbeda dari siapapun yang ada di dalam dunia ini. Semangat
tempur jihadisme sebagai Bible and doctrine warriors selalu membara dalam diri
mereka, sehingga tepatlah kalau seorang pakar peneliti gejala fundamentalisme
Kristen menyebut para fundamentalists Kristen sebagai “evangelicals in a fighting
mood!” Ketika bercermin di hadapan siapa pun, yang mereka temukan adalah
panggilan dan tugas mereka untuk mempertontonkan kecantikan atau ketampanan
diri sendiri sebagai orang-orang pilihan ilahi untuk tugas penyelamatan dunia. Segala
lini kehidupan siap mereka tempuri. Narcissisme radikal ini, suatu maniak cinta pada
diri dan bangunan agama sendiri, menyebabkan fundamentalisme Kristen kokoh
menjadi suatu sistem kepercayaan tertutup (a closed belief system) yang anti pada
pembaruan, revisi dan inovasi mendasar, dalam doktrin-doktrin mau pun dalam
praktek-praktek beragama.

7. Bervisi apokaliptik sangat politis radikal
Apokaliptisisme biblis adalah sebuah visi ttg Dunia Baru (=Apokalipsis) di masa
depan, yang perihal bagaimana bentuknya dan kapan didatangkannya, diyakini telah
disingkapkan (penyingkapan = apokalipsis), hitam di atas putih, selengkap-lengkap
dan sepersis-persisnya, di dalam Alkitab oleh Allah. Kitab-kitab para nabi, dan
sastra-sastra apokaliptis dalam Alkitab (misalnya, bagian-bagian tertentu dari
beberapa Kitab Para nabi, lalu Kitab Daniel, Markus 13 dan pars., dan Kitab Wahyu
Yohanes), mendapat perhatian khusus untuk dipakai dalam melakukan konstruksi
tabel waktu yang berisi petunjuk-petunjuk kapan dunia baru itu akan didatangkan
dan peristiwa-peristiwa apa yang akan mendahuluinya.
Umumnya, para penganut apokaliptisisme (di dunia kuno) memandang ke depan,
kepada suatu dunia yang sama sekali lain dari dunia yang dikenal, yang akan
didatangkan Allah di luar sejarah, dan akan menjadi bagian kawasan yang transatau
meta-historis. Biasanya juga, para apokaliptisists kuno memandang dunia masa
kini sudah sangat jahat, dikuasai kuasa anti-Allah, kuasa Setan, sehingga mereka
akan menjauhi segala aktivitas duniawi (sosial, politik, ekonomi dan kultural) dan
menunggu pasif kedatangan Dunia Baru di masa depan, yang diyakini tidak lama lagi
akan tiba, di dalam mana kuasa anti-Allah akan dikalahkan oleh Allah sendiri.
Tetapi kalangan fundamentalists Kristen modern (dimulai di Eropa, USA, kemudian
juga di Asia) sudah mengubah strategi politik kebudayaan mereka: mereka tetap
mempertahankan visi apokaliptis ttg datangnya Dunia Baru di masa depan yang
sudah dekat, tetapi mereka melihat adalah tugas mereka di dalam dunia sekarang
ini untuk melakukan hal-hal yang diperlukan untuk mempercepat kedatangan Dunia
Baru itu. Karena itu, mereka sangat didorong untuk melibatkan diri dengan efektif,
cerdas dan lihai di dalam percaturan politik, ekonomi dan militer dunia, khususnya
yang ada kaitan langsung dengan peta perpolitikan dan militerisme di Timur Tengah,
dan lebih khusus lagi yang berkenaan langsung dengan pembelaan kepentingan
negara Israel modern sebagai sekutu USA. Lebih jauh lagi, Dunia Baru apokaliptik
tidak lagi mereka lihat sebagai suatu entitas di luar sejarah, dunia yang transhistoris,
tetapi suatu Dunia Baru yang akan berwujud dalam dunia ini, di bumi ini,
Dunia Baru yang akan diperintah oleh sang Messias Yahudi-Kristen Yeshua/Yesus,
dengan pusat pemerintahannya di Yerusalem dalam negara Israel modern. Dalam
pandangan orang fundamentalist Kristen, berdirinya Negara Israel modern tahun
1948, dan Perang Enam Hari tahun 1967 yang digelar Israel dengan sukses besar,
adalah bagian dari tanda-tanda telah mendekatnya waktu kedatangan Dunia Baru
itu. Puncak dari segala peristiwa dunia yang mengawali Apokalipsis, kedatangan
Dunia Baru, adalah Perang (Nuklir) Dunia III, Perang Armageddon, yang, dalam
keyakinan para fundlists Kristen, harus dipercepat meletusnya, dan ini akan bermula
di Timur Tengah, lalu meluas ke seluruh dunia, dan ketika ini terjadi, Messias Yeshua
akan datang dan menegakkan pemerintahannya di Yerusalem bumi.
Maka, fundamentalisme Kristen pun kini sedang mengembangkan strategi politik dan
kebudayaan dan ekonomi global/worldwide untuk turut mempercepat kemenangan
Yeshua atas Setan dan bangsa-bangsa lain yang kafir, sehingga akibatnya akan
berdirilah Negara Yahudi-Kristen yang berpusat di Yerusalem/Al Quds, yang
menguasai seluruh dunia manusia. Ketika ini terjadi, maka Dunia Baru apokaliptis
yang diidam-idamkan itu sudah datang, dan para fundlists Kristen akan bersama
Messias Yeshua akan dengan jaya memerintah Dunia Baru ini. Orang Kristen
fundamentalist di mana pun, yang memandang semua nubuat dalam Alkitab harus
dipenuhi secara harfiah, khususnya yang berkaitan dengan nasib bangsa Yahudi
(Israel modern), pastilah juga para warriors Kristen yang akan dengan penuh
komitmen ikut serta untuk merealisasi nubuat para nabi, yakni kemenangan Israel
dan kedatangan kembali Messias Yeshua untuk memerintah dunia. Perlu diteliti,
berapa banyak orang fundlists Kristen Indonesia yang sudah dan sedang menerima
pendidikan teologi di sekolah-sekolah teologi di USA yang memandang dengan
sangat yakin kebenaran dari visi apokaliptisisme Zionist Yahudi-Kristen ini. Visi
orang-orang abnormal, yang cedera saraf otaknya, yang lebih menyukai perang
sejagad daripada perdamaian semesta.

8. Sangat anti terhadap pendekatan kritis historis terhadap Kitab Suci
Musuh ideologis hermeneutik orang Kristen fundlist literalist biblis paling utama dan
yang paling mereka benci adalah orang-orang Kristen yang memakai pendekatan
kritis-historis terhadap Alkitab. Pendekatan kritis-historis memandang setiap teks
Kitab Suci tidak diilhamkan langsung oleh Allah dan tidak diturunkan langsung dari
langit, tetapi lahir dari dalam konteks-konteks sosial-historis dan kultural yang riil
dari manusia-manusia riil yang hidup dulu, dalam zaman masing-masing dan di
tempat masing-masing dan yang menghadapi persoalan-persoalan historis yang riil
dan kongkret. Karena itu, untuk memahami teks-teks Kitab Suci, para penafsir kritis
mengembangkan metode-metode tafsir yang tepat dan memakai peralatan bantu
konseptual metodikal untuk bisa masuk ke dalam konteks sejarah kehidupan para
penulis teks-teks suci itu. Ilmu-ilmu lain yang bisa membantu, misalnya sosiologi
dan antropologi serta arkeologi, dipakai untuk manusia zaman sekarang bisa dengan
lebih dapat diandalkan memahami dan mendeskripsikan dunia sosial para penulis
teks suci kuno. Memahami dunia sosial para penulis teks suci adalah syarat utama
untuk bisa memahami teks suci, sebab meaning/arti/maksud dari teks suci tidak
diberikan oleh langit, melainkan dibentuk dan diberikan oleh kebudayaan dalam
dunia sosial si penulis dulu.
Bertabrakkan dengan perspektif kritis di atas, kalangan fundlists Kristen, Bible
warriors, tidak memandang asal-usul teks-teks Kitab Suci secara demikian. Bagi
mereka, semua teks Kitab Suci 100 persen berasal dari sorga, yang melalui proses
pengilhaman mekanik, masuk ke dunia manusia. Bagi mereka, naskah-naskah asli
Kitab Suci ada di sorga, di tangan Allah, lalu, melalui mesin mekanik fotokopi atau
faximili sorga, dikirim ke bumi dan manusia di bumi menerima teks sama persis
dengan yang asli yang ada di tangan Allah. Perspektif skriptural fundlist ini adalah
perspektif anti-sejarah dan, juga, anti-kebudayaan kuno. Mereka tidak sadar, atau
tidak mau tahu, bahwa dengan menerima teks suci harfiah sebagai 100 persen benar
karena diilhamkan Allah, dan membaca dan memahami teks suci dengan cara
demikian juga, cara literalistik, maka mereka sebenarnya memasukkan kebudayaan
modern ke dalam teks Kitab Suci. Tanpa kebudayaan apa pun yang ada di dalam
kepala si pembaca, teks apa pun tidak akan bisa dipahami. Nah, orang Kristen
literalist biblis fundamentalist adalah orang-orang yang pada satu pihak mengklaim
paling mengerti Kitab Suci dan paling benar memahami pesan dan kewibawaan Kitab
Suci, namun, pada pihak lain, ironisnya, mereka adalah orang-orang yang paling
keliru memahami Kitab Suci, sebab yang mereka klaim sebagai makna teks Kitab
Suci adalah makna teks yang dimungkinkan muncul karena di dalam kepala mereka
sudah ada kebudayaan modern yang kapitalistik. Di tangan mereka, Alkitab bukan
lagi teks suci kuno, tetapi teks suci yang sangat modern. Mereka adalah para
penafsir anti-sejarah dan pra-kritikal, sebuah pendekatan yang sangat menyesatkan.
Ironinya, di dalam gereja-gereja mereka menghasut bahwa pendekatan kritis historis
terhadap Kitab Suci akan menghancurkan iman Kristen. Ini adalah fitnah murahan,
yang sama sekali tidak ada nilainya. Yang dihancurkan pendekatan kritis-historis
bukanlah iman Kristen, tetapi agama Kristen fundamentalist literalist biblis.
Sebaiknya, warga gereja di mana-mana harus waspada terhadap hermeneutik biblis
orang-orang fundamentalist Kristen. Saya konsisten memberikan peringatan ini
kepada gereja-gereja.

9. Gerakan kebudayaan yang sangat berbahaya
Orang sering menganggap bahwa fundamentalisme Kristen adalah suatu gerakan
religius kultural yang anti-modernitas, karena ingin mengembalikan dunia dan
gereja-gereja ke dalam kehidupan dunia zaman kuno, zaman kejayaan para nabi,
dan zaman para rasul Kristen di abad-abad perdana dalam sejarah gereja, zaman
keemasan bagi karya nyata Roh Kudus. Mereka, dengan demikian, sepertinya adalah
gerakan kultural religius yang menentang kemajuan, bergerak ke belakang, mundur
ke dalam masa lampau sejarah gereja Kristen. Tapi, harus dicatat, anggapan dan
perspektif ini tidak seluruhnya benar.
Gerakan fundamentalisme Kristen adalah gerakan yang sangat modern; mereka
memakai teknologi modern untuk menyebarkan doktrin-doktrin dan visi-visi mereka
ke seluruh dunia (via internet, televisi satelit, televisi cable, dll.); mereka
menerapkan ilmu manajemen modern untuk menggalang dana besar-besaran dan
mengurus ekspansionisme gerakan dan organisasi mereka; mereka mempelajari dan
menerapkan insights yang diperoleh dari kajian-kajian modern antropologi sosiobudaya
untuk bisa masuk dan beradaptasi dengan suku-suku asing dan terasing di
dunia bangsa-bangsa untuk keperluan pengkristenan dalam program sedunia
“evangelism explosion” mereka; mereka mempelajari peta perpolitikan, ekonomi dan
bahasa-bahasa setempat dari negara-negara yang mereka sudah masukkan ke
dalam daftar kawasan-kawasan pengkristenan global; mereka melatih dengan
metode-metode modern para “gerilyawan” mereka dengan ketrampilan-ketrampilan
praktis efektif untuk bisa masuk ke kawasan-kawasan “lawan” yang sedang menjadi
target misi proselitisme mereka; mereka mempelajari ilmu-ilmu pengetahuan
modern untuk bisa berpolemik mempertahankan “keilmiahan” teks-teks Alkitab; dsb.
Hal-hal ini menunjukkan mereka adalah organisasi modern yang dikelola dengan
profesional modern, dengan tujuan-tujuan yang ingin dicapai melalui sarana-sarana
modern.
Tetapi pada pihak lain, gerakan kebudayaan kekristenan fundamentalist ini, pada
intinya, adalah gerakan kultural berbahaya dan destruktif, karena mereka, pada
pihak lain, anti nilai-nilai modern: demokrasi, pluralisme, sekularisme, liberalisme,
persamaan hak-hak gender pria dan wanita, anti-teokratisme, sosialisme ekonomi,
gerakan civil society, kebebasan individual, pencerahan akal budi, evolusionisme,
toleransi, spiritualitas New Age, dll.
Dalam semangat anti-modernisme ini, mereka mengembangkan wacana-wacana
polemis pseudo- atau non-ilmiah untuk menunjukkan bahwa ide-ide mereka (dalam
pikiran dan keyakinan mereka) adalah alternatif-alternatif yang lebih religius dan
lebih ilmiah dan lebih biblis, misalnya sebagai ganti ilmu fisika, astronomi dan
kosmologi modern mereka mempromosikan kreasionisme dangkal pseudo-sains;
sebagai ganti dari pluralisme religius dan toleransi mereka memperjuangkan dan
berkampanye bahwa hanya ada satu agama yang benar, agama Yesus Kristus versi
mereka; sebagai ganti teologi agama-agama mereka mengembangkan apologetika
terhadap agama-agama lain; sebagai ganti dari dialog antar agama mereka
mengembangkan proklamasi Kristen yang menuntut pertobatan manusia masuk
Kristen bila manusia tidak ingin masuk neraka; dlsb.
Jelas, fundamentalisme Kristen adalah gerakan kultural sangat berbahaya yang
harus dicegah dan dieliminir daya sengatnya oleh orang beragama Kristen yang
masih berhatinurani bersih, yang masih eling, yang jumlahnya masih sangat banyak.

Oleh Pdt. Dr. Ioanes Rakhmat.

0 comments:

Post a Comment